Kendal, Ahad 22 Maret 2009 bertempat di GOR Bahurekso Kab. Kendal Segenap Personil Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Kendal di lantik Oleh Ketua Umum IPMawan M. Dwi Fahrudin dan Sekretaris Umum IPMawan Asep Purwo Yudi Utomo. Acara di lanjutkan dengan Pengajian Umum Hari bermuhammadiyah dan dialog dengan PW IPM jateng.
Hadir juga rombongan dari PW IPM Jateng yaitu: IPMawan Ali Khamdi (Kabid. PIP), IPMawan Samsul Arifin ( Kabid. Organisasi), IPMawan AAW. Anwar ( Kabid. Advokasi), IPMawati Dyah Permata Sari ( Kabid. Pengkaderan), IPMawati minten Ayu Larasati ( Kabid. ASBO), dan IPMawati Arum dwi hastutiningsih ( Sekbid. PIP).
Dari PD IPM Kendal adalah seluruh Personel PD IPM Kendal yang baru di lantik dan IRMawan Daryono ( Ketum PD IRM Kendal periode 2007 – 2009).
Menurut M. Dwi Fahrudin, Ketua Umum PW IPM Jateng Bahwa PD IPM Kendal telah 2 Langkah lebih Awal dari PW IPM Jateng. Yang pertama dalam pelaksanaan Musyda yang lebih dulu dari pada Musywil dan Pelantikan, canda Ketum PW IPM Jateng tersebut.
Dialog dengan PW IPM jateng sangat penting sekali, untuk menyamakan gerakan antara PW dan PD. Dan Dialog ini akan dilanjutkan pada acara UP Grading PD IPM Kendal 2009 – 2011 yang insya allah akan dilaksanakn pada kamis-Jum’at tanggal 9 – 10 April 2009 di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu.
Tetep Semangat Temen-temen PD IPM Kendal, perjuangan kalian baru di Mulai sekarang!!!!! Mari Kita Bumingkan Gerakan IPM di kalangan Pelajar Se-Kabupaten Kendal!!!!!!!!
Baca Selengkapnya....
Selasa, 24 Maret 2009
Selasa, 17 Maret 2009
Refisi Tanfidz Muktamar XVI di Solo
Sempat menjadi persoalan di buku tamu web PP IPM tentang tanfidz yang di terbitkan. ternyata banyak hal yang masih belum di tambahkan dari hasil MUKTAMAR di Solo. salah satunya AD / ART. Untuk temen-temen IPMawan dan IPMawati yang sudah mendownload Tanfidz dan AD/ART di Blog ini, mohon untuk di download kembali.
Tanfidz dan AD/ART PP IPM Periode MUKTAMAR XVI di Solo yang baru bisa di download di alamat http://masrama.4shared.com
atau saja clik ling di bawah ini
Tanfidz Muktamar Terbaru
AD / ART IPM Terbaru
Kami mohon maaf atas kesalahan yang dulu!!!!!
Semoga Bermanfaat
Baca Selengkapnya....
Tanfidz dan AD/ART PP IPM Periode MUKTAMAR XVI di Solo yang baru bisa di download di alamat http://masrama.4shared.com
atau saja clik ling di bawah ini
Tanfidz Muktamar Terbaru
AD / ART IPM Terbaru
Kami mohon maaf atas kesalahan yang dulu!!!!!
Semoga Bermanfaat
Baca Selengkapnya....
Diposting oleh mas_rama di 07.34 1 komentar
Selasa, 10 Maret 2009
Mencari corak gerakan Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Sebagai Pembuka
Hampir satu abad muhammdiyah berkiprah untuk membangun bangsa dan mencerahkan umat. Sebagai organisasi terbesar kedua setelah NU dan organisasi yang mempunyai amal usaha terbanyak di negeri ini, muhammadiyah sudah tidak diragukan lagi eksistensinya. Banyak pemimpin, intelektual, cendekia, ulama dan tokoh besar negri ini yang lahir dari muhammadiyah. Dengan gerakan tajdid dan purifikasi muhammadiyah memposisikan diri sebagai organisasi “modern” dan bisa diterima di semua kalangan.Selain itu muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar yang merupakan hasil kajian/pendalaman dari Qs Ali Imron :104 dan 110. Untuk membantu dalam melakukan dakwah, muhammadiyah membentuk ortom-ortom yang disesuaikan dengan lahan dakwah masing-masing, antara lain Aisyiah, Nasiatul Aisyiah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar muhammadiyah dll. Kita fokuskan pada Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi berbasis pelajar didirikan sebagai bentuk respon terhadap penjagaan ideologi pelajar dari ideologi komunis yang berkembang pada saat itu. Selain itu, IPM berdiri karena sebuah keharusan bagi Muhammadiyah untuk menanamkan nilai-nilai ideology perjuangan Muhammadiyah kepada kader-kader yang kebetulan saat itu Muhammadiyah telah memiliki lembaga-lembaga pendidikan (sekolah). Karena itu perlu organisasi Muhammadiyah sayap pelajar yang nantinya konsen pada persoalan-persoalan pelajar dan dunianya serta sebagai gerakan kaderisasi muhammadiyah yang dapat melangsungkan visi muhammadiyah.
Jadi, kalau ada kader muhammadiyah lari dari muhammadiyah, kitalah (IPM) salah satu yang patut di salahkan, karena tidak bisa menjaga dan membina serta mereaksikan muhammadiyah dalam dirinya. Oleh karena itu metode gerakan IPM harus relevan dengan kondisi pelajar sekarang.
Sebagai Pengantar
Gerakan Kritis Transformatif muncul karena keterpakasaan dengan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammdiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan perubahan tersebut mau tidak mau paradigma gerakan harus berubah dan mulai masuk keranah sosial. Pada Muktamar XII dijakarta, IRM sudah mengarah ke gerakan sosial (social movement) kemudian dilanjutkan di Muktamar XIV di Bandarlampung, sampai mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Kritis Transformatif, dengan ciri gerakan peka, sadar, dan peduli pada problem sosial, aksi nyata untuk melakukan perubahan, visioner dan memiliki sepirit kepeloporan. Secara normatif, praksis gerakaan Kritis Transformatif diharapkan menciptakan gerakan yang lebih progresif. Akan tetapi secara empiris, gagasan dan praksis gerakan belum terinternalisasi secara mendalam pada tubuh gerakan kita. Butuh waktu sepuluh tahun untuk mencari komposisi yang tepat corak gerakan IRM, ditambah dua tahun untuk memantapkan diri mengadopsi ramuan Gerakan Kritis Transformatif sebagai paradigma gerakan IRM. Kenyatannya, sampai sekarang kesadaran Kritis Transformatif belum terealisasi secara sempurna.Muktamar XV di medan muncul wacana back to school dengan kata lain ingin berubah menjadi IPM, walaupun dalam musyawarah yang berskala nasional ini belum bisa merubah IRM menjadi IPM tetapi terbentuk tim eksistensi yang tugasnya mengkaji perubahan nama tersebut. Akhirnya pada Tanwir Muhammadiyah tahun 2007 di Jogja, keluarlah Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammaadiyah No. 60/KEP/I.0/B/2007 tentang perubahan nomenklatur Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Lagi –lagi paksaan itu yang tergambar perihal keluarnya SK PP Muhammadiyah tersebut. Dengan berbagai macam gejolak pro dan kontra, pada Muktamar XVI di Surakarta IRM resmi menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Pertanyaannya sekarang adalah Apakah kita akan mencari selama sepuluh tahun lagi untuk menentukan paradigma gerakan IPM ?, Apakah masih relevan Gerakan Kritis Transformatif di pakai di IPM dalam konteks saat ini?
Sebagai Bahan Kajian Bersama
Tanfids hasil Muktamar di Medan dan Musywil IRM Jawa Tengah di Pekalongan menerangkan bahwa basis masa IRM adalah remaja dan pelajar. Sehingga, secara tidak langsung arah kebijakan IRM menjurus pada problematika Pelajar yang notabene remaja. Hal ini dibuktikan dengan agenda aksi IRM yang lebih menitikberatkan pada kebutuhan pelajar, misalnya: gerakan iqro’, jurnalis sekolah / jurnalistik untuk pelajar dan genda aksi lain yang memuat nilai kritis transformatif. Artinya bahwa fondasi menuju gerakan pelajar dengan konteks saat ini telah dibangun. Sehingga proses pengkajian untuk memunculkan gerakan menyambut perubahan IRM – IPM tidak akan menghapus seluruh proses dialektika yang sudah dilalui.Paradigma kritis masih relevan dikembangkan dalam kondisi sekarang ini. Nilai – nilai yang terkandung dalam paradigma kritis adalah sadar, peka, peduli dan berpartisipasi aktif sebagai subyek. Problematika pelajar yang terjadi saat ini diantaranya, kekerasan terhadap sesama pelajar, peredaran video porno di klangan pelajar, candu dan masih banyak lagi. Kondisi semacam inilah yang harus dikritisi dan sebagau acuan bagi gerakan IPM dalam konteks kekinian. Problematika diatas merupakan data empiris yang menggambarkan realitas, sehingga kajian-kajian untuk mengkritisi realitas sebagai landasan awal untuk berpijak lebih baik. (QS, Ali Imron :110) “kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. Kutipan ayat diatas harus memacu semangat IPM, kedepan harus aharus terlibat aktif pada persoalan-persolan riil dikalngan pelajar, sebagai the choosen organization, yaitu organisasi terpilih, organisasi agak baik, yang terdiri dari segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Sebagai Penutup
“Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah Organisasi Otonom Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar di kalangan pelajar, berakidah Islam dan bersumber pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah”.(identitas IPM)Berlandaskan identitas IPM diatas, Gerakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar dimaknai sebagai gerakan penyadaran dan pembebasan, penyadaran terhadap hal-hal yang membelenggu manusia, seperti kebodohan, dan kemiskinan, dan sekaligus membebaskan dari jeratannya. Kesadaran kritis transformatif juga dibagun dengan tujuan yang sama, dimana setiap kader juga di tuntut untuk selalu berpikir kritis terhadap lingkungan, dan juga mantransformasikannya menjadi sebuah gerakan. Salam Perubahan
Sebagai Pesan
Mari bangun budaya kritis dengan membaca, talaah, tulis dan aksi.Ref.
- Tanfids Muktamar IRM XVI solo
- Tanfids Muswil XVII IRM Jawa Tengah di Pekalongan
- Jawa Tengah jelang satu abad Muhammadiyah “Perkokoh basis gerakan menyongsong masa depan”
- LPJ Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode 2002-2005
- Materi Konpida IRM Jawa Tengah di Ungaran, Semarang
- Materi Muswil Pimpinan Wilayah IPM Jawa Tengah di cilacap periode 2007-2009
Di tulis oleh:
IPMawan Ali Khamdi
Kabid. Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP)
PW IPM Jawa Tengah periode 2009 - 2011
Disampaikan dalam dialog interaktif Musyda PD IPM Kab. Pekalongan tahun 2009
Diposting oleh mas_rama di 07.52 0 komentar
Menggenggam Dunia Lewat Membaca
Sungguh agung ayat al-Quran yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad Saw: Iqra’, bacalah. Sepintas, ironi muncul saat itu, mengingat Nabi dikenal sebagai ummi, tidak mampu membaca dan menulis. Lewat penjelasan Jibril dan interpretasi banyak ulama kemudian setidaknya kita bisa mengambil dua hal: pertama, membaca tidak harus bermakna denotatif, mengeja huruf demi huruf. Membaca bisa juga memandang, mempelajari, memahami, menghayati realitas. Kedua, membaca adalah titik yang paling dasar dari tradisi keilmuan manusia. Islam mengangkat tinggi tradisi keilmuan yang merupakan perangkat dasar kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan manusia. Tanpa “membaca”, manusia akan mengalami stagnasi yang memprihatinkan dan kejumudan berpikir. Tulisan ini mencoba mengelaborasi makna kedua ini dalam konteks Indonesia.
Ketika tulisan dan buku ditemukan, dimulailah tradisi baru yang mengubah seratus delapan puluh derajat peradaban manusia. Informasi, petuah, pelajaran, yang tadinya hanya disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut, menjadi sesuatu yang bisa diakses kapanpun di manapun, tanpa reduksi kealpaan daya ingat informan. Ribuan tahun perjalanan sejarah tidak banyak kita ketahui karena tak tertulis.Tak salah jika Louis L’Amour, pengarang terkenal keturunan Prancis, menyatakan bahwa buku adalah kemenangan terbesar yang diraih manusia. Melalui buku itulah ilmu pengetahuan dapat ditularkan ke segenap penjuru dunia. Dalam peradaban modern sekarang, buku kemudian berubah wujud menjadi lembaran-lembaran koran, disket komputer, serta compact disc.
Dalam hal ini kita patut prihatin melihat kondisi Indonesia. Tradisi buku dan membaca belum terlalu mapan di kalangan masyarakat, namun kita sudah harus menerima tradisi lanjutannya, teknologi informasi dan dunia audio visual dengan ditemukannya televisi. Seketika, dunia hiburan merajai tren budaya kita, sementara buku dan tulisan dengan segera juga ditinggalkan. Jadilah kita mengalami apa yang disebut sebagai “lompatan budaya”. Apalagi ketika dunia internet saat ini sudah menjadi bagian dari keseharian kita.
Tengoklah data yang dirilis Kompas (25 Juli 2002), bahwa hanya sekitar satu persen SD Negeri di Tanah Air yang jumlahnya sekitar 260.000, yang memiliki perpustakaan. Itupun dengan kondisi yang masih patut dipertanyakan. Kadang malah justru perpustakaan di sekolah-sekolah lebih mirip gudang buku; tanpa administrasi yang memadai, ruang baca yang layak, dan persediaan buku yang seadanya. Bandingkan dengan sekolah-sekolah di luar negeri, yang menjadikan ruang perpustakaan sebagai prasyarat utama pendirian sekolah.
Sekedar perbandingan lain, ketika merumuskan konstruksi rumah, tidak terpikirkan oleh orang Indonesia untuk memberi porsi khusus untuk ruang baca, bahkan untuk lemari buku sekalipun. Tentu saja kecuali rumah dosen, peneliti, dan kalangan lain yang berhubungan langsung dengan dunia buku dan intelektual. Di negeri-negeri maju, kesadaran membaca sangat terimplementasi ketika mereka memilih sekolah, membangun rumah, dan bahkan ketika mereka berekreasi.
Ada beberapa hal yang membuat tradisi membaca dan tradisi buku kita jauh terbelakang, bahkan kalah jauh di bawah Malaysia, antara lain:
Pertama, sistem pendidikan nasional kita yang juga berantakan, tidak melatih tradisi pemikiran dan tidak berorientasi menstimulasi kecerdasan dan kecenderungan siswa berdasarkan potensi dan minatnya. Kritik dan cacian terhadap sistem pendidikan yang sangat terbelakang ini toh tidak menjadikan pemerintah kita memberi perhatian lebih. Peran ini direbut oleh swasta dan bahkan lembaga pendidikan asing yang sudah menjamur di kota-kota besar. Tidak heran kemudian banyak bertebaran sekolah-sekolah unggulan berharga ratusan juta. Konsekuensinya, sekolah “bagus” hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang berduit.
Kedua, rendahnya minat dan daya beli masyarakat terhadap buku. Di sisi lain, penghargaan terhadap karya intelektual seseorang juga sangat rendah. Pada akhirnya, industri buku hanya menguntungkan distributor dan toko buku. Bayangkan jika seorang pengarang sekaliber Pramoedya Ananta Toer, yang bukunya selalu menjadi best seller, hanya mendapatkan royalti sebesar 15 % (dan ini tergolong royalti terbesar). Selebihnya adalah keuntungan penerbit dan toko buku. Sementara, jangankan berharap dari subsidi untuk penerbitan buku dari pemerintah, yang ada malah banyak penerbit mengeluhkan pajak penerbitan.
Belum lagi jika kita lihat kesenjangan antara kota besar di Indonesia dengan daerah-daerah lain. Munculnya sekolah-sekolah unggulan dengan fasilitas perpustakaan yang memadai cuma ada di Jakarta dan beberapa kota besar. Begitu juga dengan media massa, dari 300-an media massa yang ada, 60% lebih terkonsentrasi di Jakarta. 40% lainnya tersebar di seluruh wilayah lain di Indonesia.
Yang dominan kemudian adalah dunia hiburan, entertainment, yang relatif diterima di seluruh pelosok lewat saluran televisi. Dalam sebuah seminar, Prof. Dr. Fuad Hasan, mantan Mendiknas Indonesia, juga mensinyalir kecenderungan menurunnya budaya baca sebagai akibat pengaruh audio-visual dari benda ajaib yang disebut sebagai pesawat televisi. ‘’Benda ajaib itu menjadi saingan terberat bagi kegiatan membaca masyarakat. Mereka menjadi semakin malas membaca karena anggapan sudah cukup hanya dengan mendengarkan berbagai informasi dari media audio-visual tersebut,” ungkapnya lebih lanjut.
Kehadiran teknologi internet yang memungkinkan informasi diakses pada saat terjadi, meski berjarak ribuan kilometer, pun tidak banyak membantu tradisi membaca di Indonesia. Hanya sedikit kalangan yang pada dasarnya memang kuat tradisi membacanya, yang memanfaatkan internet sebagai “media informasi”, sementara kebanyakan lainnya menggunakan internet sebagai media hiburan.
Dengan kondisi Indonesia semacam itu, akankah kita percaya bahwa membaca adalah tradisi yang diprovokasi al-Quran sejak pertama kali turun? Akankah kita bisa meyakinkan dunia bahwa Indonesia bukan negeri kebodohan? Entah.
Ditulis Oleh:
Awank
PC. IPM Mamajang Kota Makassar
Sulawesi Selatan
E-mail : irmawan_awank@yahoo.com
Baca Selengkapnya....
Ketika tulisan dan buku ditemukan, dimulailah tradisi baru yang mengubah seratus delapan puluh derajat peradaban manusia. Informasi, petuah, pelajaran, yang tadinya hanya disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut, menjadi sesuatu yang bisa diakses kapanpun di manapun, tanpa reduksi kealpaan daya ingat informan. Ribuan tahun perjalanan sejarah tidak banyak kita ketahui karena tak tertulis.Tak salah jika Louis L’Amour, pengarang terkenal keturunan Prancis, menyatakan bahwa buku adalah kemenangan terbesar yang diraih manusia. Melalui buku itulah ilmu pengetahuan dapat ditularkan ke segenap penjuru dunia. Dalam peradaban modern sekarang, buku kemudian berubah wujud menjadi lembaran-lembaran koran, disket komputer, serta compact disc.
Dalam hal ini kita patut prihatin melihat kondisi Indonesia. Tradisi buku dan membaca belum terlalu mapan di kalangan masyarakat, namun kita sudah harus menerima tradisi lanjutannya, teknologi informasi dan dunia audio visual dengan ditemukannya televisi. Seketika, dunia hiburan merajai tren budaya kita, sementara buku dan tulisan dengan segera juga ditinggalkan. Jadilah kita mengalami apa yang disebut sebagai “lompatan budaya”. Apalagi ketika dunia internet saat ini sudah menjadi bagian dari keseharian kita.
Tengoklah data yang dirilis Kompas (25 Juli 2002), bahwa hanya sekitar satu persen SD Negeri di Tanah Air yang jumlahnya sekitar 260.000, yang memiliki perpustakaan. Itupun dengan kondisi yang masih patut dipertanyakan. Kadang malah justru perpustakaan di sekolah-sekolah lebih mirip gudang buku; tanpa administrasi yang memadai, ruang baca yang layak, dan persediaan buku yang seadanya. Bandingkan dengan sekolah-sekolah di luar negeri, yang menjadikan ruang perpustakaan sebagai prasyarat utama pendirian sekolah.
Sekedar perbandingan lain, ketika merumuskan konstruksi rumah, tidak terpikirkan oleh orang Indonesia untuk memberi porsi khusus untuk ruang baca, bahkan untuk lemari buku sekalipun. Tentu saja kecuali rumah dosen, peneliti, dan kalangan lain yang berhubungan langsung dengan dunia buku dan intelektual. Di negeri-negeri maju, kesadaran membaca sangat terimplementasi ketika mereka memilih sekolah, membangun rumah, dan bahkan ketika mereka berekreasi.
Ada beberapa hal yang membuat tradisi membaca dan tradisi buku kita jauh terbelakang, bahkan kalah jauh di bawah Malaysia, antara lain:
Pertama, sistem pendidikan nasional kita yang juga berantakan, tidak melatih tradisi pemikiran dan tidak berorientasi menstimulasi kecerdasan dan kecenderungan siswa berdasarkan potensi dan minatnya. Kritik dan cacian terhadap sistem pendidikan yang sangat terbelakang ini toh tidak menjadikan pemerintah kita memberi perhatian lebih. Peran ini direbut oleh swasta dan bahkan lembaga pendidikan asing yang sudah menjamur di kota-kota besar. Tidak heran kemudian banyak bertebaran sekolah-sekolah unggulan berharga ratusan juta. Konsekuensinya, sekolah “bagus” hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang berduit.
Kedua, rendahnya minat dan daya beli masyarakat terhadap buku. Di sisi lain, penghargaan terhadap karya intelektual seseorang juga sangat rendah. Pada akhirnya, industri buku hanya menguntungkan distributor dan toko buku. Bayangkan jika seorang pengarang sekaliber Pramoedya Ananta Toer, yang bukunya selalu menjadi best seller, hanya mendapatkan royalti sebesar 15 % (dan ini tergolong royalti terbesar). Selebihnya adalah keuntungan penerbit dan toko buku. Sementara, jangankan berharap dari subsidi untuk penerbitan buku dari pemerintah, yang ada malah banyak penerbit mengeluhkan pajak penerbitan.
Belum lagi jika kita lihat kesenjangan antara kota besar di Indonesia dengan daerah-daerah lain. Munculnya sekolah-sekolah unggulan dengan fasilitas perpustakaan yang memadai cuma ada di Jakarta dan beberapa kota besar. Begitu juga dengan media massa, dari 300-an media massa yang ada, 60% lebih terkonsentrasi di Jakarta. 40% lainnya tersebar di seluruh wilayah lain di Indonesia.
Yang dominan kemudian adalah dunia hiburan, entertainment, yang relatif diterima di seluruh pelosok lewat saluran televisi. Dalam sebuah seminar, Prof. Dr. Fuad Hasan, mantan Mendiknas Indonesia, juga mensinyalir kecenderungan menurunnya budaya baca sebagai akibat pengaruh audio-visual dari benda ajaib yang disebut sebagai pesawat televisi. ‘’Benda ajaib itu menjadi saingan terberat bagi kegiatan membaca masyarakat. Mereka menjadi semakin malas membaca karena anggapan sudah cukup hanya dengan mendengarkan berbagai informasi dari media audio-visual tersebut,” ungkapnya lebih lanjut.
Kehadiran teknologi internet yang memungkinkan informasi diakses pada saat terjadi, meski berjarak ribuan kilometer, pun tidak banyak membantu tradisi membaca di Indonesia. Hanya sedikit kalangan yang pada dasarnya memang kuat tradisi membacanya, yang memanfaatkan internet sebagai “media informasi”, sementara kebanyakan lainnya menggunakan internet sebagai media hiburan.
Dengan kondisi Indonesia semacam itu, akankah kita percaya bahwa membaca adalah tradisi yang diprovokasi al-Quran sejak pertama kali turun? Akankah kita bisa meyakinkan dunia bahwa Indonesia bukan negeri kebodohan? Entah.
Ditulis Oleh:
Awank
PC. IPM Mamajang Kota Makassar
Sulawesi Selatan
E-mail : irmawan_awank@yahoo.com
Baca Selengkapnya....
Diposting oleh mas_rama di 07.31 1 komentar
Senin, 02 Maret 2009
leadership training SMK Muh. 3 Weleri
weleri, 28 Februari - 1 Maret 2009 PR IPM SMK Muhammadiyah 3 Weleri mengadakan Leadership Training Ikatan Pelajar Muhammadiyah. pelatihan yang di ikuti oleh seluruh PR IPM se-kecamatan weleri ini bertujuan untuk membentuk Pimpinan yang bener-bener handal di tiap-tiap Pimpinan.
Pelatiahn ini di isi dengan materi-materi tantang hal-hal yang di butuhkan oleh Pimpina seperti, manajemen administrasi, pembuatan proposal, kepemimpinan, akidah dan dialog serta segala hal yang menjadi kebutuhan Pimpinan. Harapan Kami, semoga tiap-tiap PR/PC bisa mengadakan pelatihan-pelatihan bagi anggota-anggotanya untuk membentuk kader yang militan dan benar-banar solid. semoga kegiatan ini akan bisa terlaksana lagi di tiap-tiap PR dan PC. Baca Selengkapnya....
Pelatiahn ini di isi dengan materi-materi tantang hal-hal yang di butuhkan oleh Pimpina seperti, manajemen administrasi, pembuatan proposal, kepemimpinan, akidah dan dialog serta segala hal yang menjadi kebutuhan Pimpinan. Harapan Kami, semoga tiap-tiap PR/PC bisa mengadakan pelatihan-pelatihan bagi anggota-anggotanya untuk membentuk kader yang militan dan benar-banar solid. semoga kegiatan ini akan bisa terlaksana lagi di tiap-tiap PR dan PC. Baca Selengkapnya....
Diposting oleh mas_rama di 07.58 1 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)